Jumat, 08 Oktober 2010

Seperti Blues Mengajarkan

Selalu disebut sebagai induk dari hampir segala jenis musik populer yang muncul sejak abad ke-20, blues sesungguhnya mula-mula merupakan wujud ekspresi musikal paling langsung dan jujur. Dalam format aslinya, yang lahir dan tumbuh di lingkungan warga kulit hitam di belahan selatan Amerika Serikat, blues merepresentasikan kesederhanaan sekaligus kedalaman: siapa pun bisa membawakannya hanya dengan instrumen sederhana, gitar misalnya, tapi
hanya mereka yang jujur dan “telanjang” mengenai subyek musiknyalah yang mampu menjangkau dan menyentuh audiens yang luas.

Jika meminjam ungkapan Big Bill Broonzy, musisi country blues yang memulai kariernya pada 1920-an, blues adalah “kenyataan alami, sesuatu yang dijalani seseorang dalam hidupnya”. Menurut dia, jika orang tak mengalaminya, dia juga pasti tak memilikinya. Dengan kata lain, seseorang hanya mungkin menyanyikan apa yang dilakoninya.

Big Bill Broonzy

Maka, wajar jika musisi blues selalu dipandang sebagai teladan dalam hal totalitas. Mereka mempraktekkan dengan sebenar-benarnya apa yang orang ramai sebut “menjiwai”: mereka sepenuhnya mengalami hidup yang mereka nyanyikan dan karenanya ada ruh dalam nyanyian-nyanyian itu.

Robert Leroy Johnson, yang hidupnya pada 1930-an diselimuti misteri (misalnya kisah tentang bagaimana dia menukarkan jiwanya kepada iblis demi mendapatkan keterampilan bermain gitar), memeras pengalaman-pengalamannya, sebagian besar yang pahit dan muram, dan menuangkan apa yang bisa dia dapat ke dalam 29 lagu.



Robert Leroy Johnson

 Tetapi segera setelah blues menyeberang ke Inggris pada awal 1960-an, lalu diperkenalkan ke audiens yang lebih luas oleh sejumlah musisi kulit putih, menjadi tak mudah menemukan kualitas serupa itu. Dan apalagi begitu blues berkembang seraya diikuti oleh munculnya aneka jenis musik populer satu demi satu.

Hilang sepenuhnyakah totalitas, penjiwaan, atau apa pun namanya dalam bermusik? Barangkali kita bisa mengatakan tidak; lagi pula, tentu akan ada yang berpikir, pasti keterlaluan jika seseorang telah sepenuhnya memilih karier bermusik tidak bisa disebut total. Tapi benarkah demikian?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar